Gue sebelumnya nggak pernah tau fungsi utama dari Kartu Jakarta Pintar (KJP). Pas pertama kali dikeluarkan oleh Jokowi-Ahok (Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta kala itu), gue pikir KJP ini gak lebih dari sekadar another kartu-kartuan, di mana pemegangnya adalah berhak untuk sekolah gratis atau sejenis itu lah. Waktu itu di samping KJP, Jokowi-Ahok juga mengeluarkan KJS alias Kartu Jakarta Sehat.

Ya, silakan salahkan gue dan intensitas membaca berita gue yang minim ini.

Terus pagi ini, gue lagi duduk-duduk di kursi kayu depan Gramedia Blok M (nungguin Gramedia-nya buka)... Ternyata ibu-ibu di sebelah gue lagi belibet membaca daftar judul buku dan penerbit yang bakal mau mereka beli buat anak-anaknya di tahun ajaran baru. Tentunya sebagai ahlinya basa-basi, gue langsung membuka pembicaraan dengan... "Mau beli buku tahun ajaran baru ya, bu? Wah samaan nih."

I was surprised on their responses. Mereka bilang, "Iya, pakai Kartu Jakarta Pintar. Alhamdulillah semua anak saya dapat KJP."

Gambar dari sini

Takjub dong ya gue... Alhasil kami bertiga jadi ngobrol-ngobrol soal KJP ini, karena gue kepo banget akan kehebatannya si KJP ini. Ada beberapa hal yang dapat gue simpulkan dari hasil ngobrol-ngobrol itu. Pertama, kartu itu ada duitnya! =)) Tinggal digesek sana-sini buat keperluan pendidikan yang bersangkutan, seperti beli buku, bayar SPP, beli seragam, dan lain-lain. Cashless. Setiap 6 bulan, rekening di Bank DKI yang terhubung dengan KJP itu bakal diisi sejumlah uang dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, untuk bayar keperluan-keperluan pendidikan tersebut tadi. Beli buku-bukunya pun bisa di Gramedia, kurang mudah apalagi coba. :))

Dengan demikian, uang yang diberikan pemerintah jadi tepat sasaran.

Sebab menurut salah satu ibu, dulu-dulu dana bantuan ini dikasihnya dalam bentuk tunai... dan malah berujung jadi disalahgunakan orang tuanya. Bukannya buat bayar uang sekolah anak, malah buat beli emas atau nyicil motor. -_____-"


*brb pingsan*


Gue juga sempet nanya-nanya soal Book Fair yang diadakan IKAPI dan Pemprov DKI. Di berita kan marak banget ya, kalau Ahok marah-marah soal penyelenggaraan Book Fair tersebut. Ibu-ibu itu jadi males dateng ke situ deh. Sebabnya adalah tak lagi dan tak bukan kalau ada mark up harga buku dan perlengkapan sekolah. Tas sekolah yang di Asemka harganya 70 ribu, dijual 200 ribu. Sepatu yang di pasaran bisa didapatkan dengan harga 60 ribu, di sana dijual jadi 150 ribu. Entahlah kalau buku-buku sekolahnya. Nah loh, ahelah buat pendidikan juga masih ada aja ya celah untuk cari untung! Padahal tujuan awal penyelenggaraannya kan supaya pemegang KJP ini bisa beli buku dengan harga murah, sehingga di akhir tahun ajaran jadi punya tabungan lebih.

Well, ada hal lain yang mau gue catat di sini juga: gak cuma sekali ibu-ibu itu mention bahwa sejak Jokowi (dan sekarang dilanjutkan Ahok) mengurus Jakarta, semuanya jadi lebih mudah dan lebih enak. Gue jadi bingung, kepentingan macam apa sih yang sampai membuat Sang Gubernur mau dikudeta sama elit-elit politik itu?

Padahal jelas-jelas di mata pelajaran PPKn (di zaman gue; dikenal juga sebagai P4 di zaman dulu atau Kewarganegaraan di zaman sekarang), kepentingan umum harus didahulukan daripada kepentingan pribadi.