Menyambung post yang ini, post kali ini dibuat masih dalam rangka trip #WonderfulIndonesia gue ke Banyuwangi. Terima kasih KapanLagi Network dan Kemenparekraf RI! Gue belajar banyak banget dari kunjungan ke Pantai Sukamade ini, terutama mengenai berbagai fase kehidupan penyu.


Foto di atas diambil pada 12 Desember malam ketika gue dan Mbak Aik diajak untuk mengobservasi penyu yang singgah di Pantai Sukamade. Perjuangannya lumayan ya, jalan kaki gelap-gelap sekitar 2 kilometer menyusuri bibir pantai. Lalu, menunggu sampai ranger memberitahu kami untuk mendekat dan mengizinkan kami untuk mengamati penyu. Selama di pantai, kami dilarang untuk menyalakan cahaya sesedikit apapun dan dilarang untuk membuat kegaduhan karena dapat mengganggu penyu yang singgah ke pantai.

Setelah menunggu cukup lama di kegelapan (ditemani bintang-bintang, kok. Seneng deh bisa kembali melihat bintang, di Jakarta gak bisa lagi soalnya), ranger mengizinkan kami untuk mendekat ke penyu. Penyu yang kami amati ini adalah jenis penyu hijau (Chelonia mydas) yang usianya kurang lebih antara 50 sampai 60 tahun. Penyu hijau ini adalah jenis yang paling sering mampir ke Pantai Sukamade. Ada juga jenis penyu lain, tetapi jarang mampir ke Pantai Sukamade: penyu lekang, penyu sisik, dan penyu belimbing.

Malam itu, si penyu ternyata menunjukkan tanda-tanda seperti akan bertelur, namun pada kenyataannya tidak. Oh iya, tips memotret atau berpotret bersama penyu: (1) Dilarang memotret dari depan. Dari samping atau dari belakang saja ya!; (2) Dilarang menggunakan blitz/ flash kamera karena cahaya putih dapat membutakan penyu. Silakan pakai lampu merah saja ya.

Mengubur telur penyu

Meskipun malam itu penyunya tidak bertelur, para ranger menemukan telur-telur dari penyu yang singgah pada subuh 13 Desember. Telur-telur ini dipindahkan dari pantai ke pusat konservasi. Mengapa? Ini dilakukan untuk menghindari telur-telur tersebut disantap oleh babi hutan (atau dicuri manusia). Suhu di pusat konservasi dibuat sedemikian rupa agar sesuai dengan suhu di pantai. Dan telur-telur tersebut dikubur sedalam kurang lebih 60 cm. Telur-telur tersebut akan menetas setelah 60 hari dan tukik (anak penyu) itu akan menemukan jalan untuk keluar dari kedalaman 60 cm itu.

Tulis akun Twitter dulu buat penanda

Bareng Mbak Aik dan ranger kami, Pak Junaedi

Penyu --> telur --> tukik. Nah sekarang giliran menuntaskan siklus tersebut dengan melepaskan tukik kembali ke laut. Setelah menetas, tukik tersebut harus dilepaskan kembali ke laut dalam waktu maksimal 7 hari agar tukik lebih mudah beradaptasi dengan habitat aslinya.

Take a good care of yourself! :')

Kami melepaskan sepuluh tukik pagi itu; membawa tukik ke masa "hilang" tak terdeteksi, beradaptasi. Harapannya tentu saja agar 40-60 tahun lagi tukik itu survive dan dapat kembali ke Pantai Sukamade untuk bertelur. Sedihnya, dari 100 (atau 1000 ya?) tukik yang dilepaskan, hanya satu yang dapat survive sampai usia senjanya (usia senja penyu: 200 tahun). Bagaimanapun juga, tukik adalah bagian dari rantai makanan. Ketika masih berwujud telur, ancaman babi hutan sudah mengintai. Ketika berwujud tukik, elang laut sudah mengawasi mereka sejak dilepaskan di pinggir pantai. Ketika berwujud penyu, eh ada manusia yang mau mengeksploitasi mereka.

Jangan jadi manusia yang seperti itu, ya. Saat ini penyu sudah terbilang langka. Pada tahun 1980-an bisa ada 5000 ekor penyu yang mendarat di pantai. Sementara di tahun 2000-an, tinggal 500 saja yang mendarat di pantai. Gue sendiri gak terbayang cara penyu bisa survive tanpa gangguan manusia. Dengan gangguan manusia, pastilah lebih sulit bagi penyu untuk survive

Dari sekecil ini udah harus berhadapan dengan laut lepas

Good luck!

Catatan Tambahan:
1) Pusat Konservasi Penyu, Pantai Sukamade ini merupakan bagian dari Taman Nasional Meru Betiri. Lokasinya di bagian selatan kota Banyuwangi, mungkin sudah berbatasan dengan Jember.
2) 90% tukik tidak bertahan hidup lebih dari 1 tahun. :(
3) Faktor yang mengancam kehidupan penyu: manusia (konsumsi dan perdagangan ilegal, serta penggunaan pukat nelayan), perubahan iklim, serta kerusakan dan perubahan habitat penyu. 
4) Suhu sarang di atas 30 derajat Celcius akan menghasilkan penyu betina dan di bawah 28 derajat Celcius akan menghasilkan penyu jantan. Masalahnya, perubahan iklim/ global warming dapat mengacaukan sex ratio penyu karena akan lebih banyak penyu betina yang lahir. (Plus: penyu betina harus kawin dengan 7 penyu jantan untuk dapat bertelur. Waduh!)
5) Penasaran baca cerita versinya Mbak Aik? Silakan klik di sini dan di sini.