Gue ini pokoknya bukan anak gunung banget. Waktu zaman kuliah S1 dulu pernah diajak sama Esi dan Arum, teman sekampus, untuk naik Gunung Papandayan. Tentunya kutolak secara halus dengan menjawab, "Nggak deh, nanti kalian yang repot karena gue rempong." Di samping itu, gue juga menghindari ke gunung karena mulut gue ini kadang suka serampangan. 

Terus dalam itinerary liburan gratis gue ke Banyuwangi Desember lalu, ternyata ada jadwal untuk ke Gunung Ijen; Kawah Ijen, to be specific. Untungnya baca itinerary dengan saksama, jadi bawa sepatu keds! Gue ini biasanya kalau liburan modalnya cuma sendal jepit doang soalnya. Gimana dong, gue yang rempong ini disuruh naik Gunung Ijen? Ya, kayaknya Mbak Aik, partner jalan dari KapanLagi nggak ada keluhan sih tentangku. Ya kan, Mbak? *kedip-kedip*


Perjalanan menuju Ijen dimulai pukul satu dini hari. Lagi enak-enakan tidur di Hotel Ketapang Indah, eh udah dijemput lagi sama guide-nya. Persiapan awal gue disamping sepatu keds dan kaos kaki, tentunya adalah baju tiga lapis. Lapis satu: kaos lengan panjangnya Mbak Aik. Lapis dua: kaos biasa. Lapis tiga: jumper. Udah deh, kayaknya bisa mah tiga lapis ngadepin dinginnya perjalanan nanti.

TERNYATA TIDAK. :'')))

Baru sampe di titik pendakian awal, gue udah kedinginan karena anginnya. Langsung nenggak Tolak Angin dan minjem coat tebel punya guide kami. Sama syalnya Mbak Aik. 

Dan tetep kedinginan. :'))) Problem #1: Suhu yang super rendah; udah tambah masker juga buat menambah kehangatan, eh malah kacamata jadi berembun. Pelik! :)))

Katanya sih kalau udah mulai jalan-jalan mendaki, nanti lama-lama keringetan dan kepanasan sendiri. Terbukti dari guide dan Mbak Aik, setelah jalan sekitar 30 menit mereka udah nggak kedinginan lagi. Gue sendiri kayak mesin diesel alias panasnya lama. Masih kedinginan sampai satu jam lebih perjalanan nanjak (total perjalanan 2-2.5 jam). Sementara perjalanan nanjaknya sendiri menurut gue nggak ekstrem dan sulit meski ada bagian-bagian tertentu yang curam. Kesulitannya itu karena kami mendaki gunung pada dini hari, jadi gelaaaap cuma modal senter aja. 

Ketika sudah separuh jalan, mulai deh tercium bau-bau belerang. Artinya udah makin dekat nih. Cihuy!

Pit stop terakhir!

Ketika sampai dekat Kawah Ijen, gue memutuskan rehat tidur sejenak sembari guide kami ngecekin apakah subuh itu ada Blue Fire atau tidak. Sayangnya pagi itu banyak banget kabutnya, jadi kami nggak bisa melihat langsung blue fire yang legendaris itu. 


Oh ya, dalam perjalanan naik menuju Kawah Ijen ini kami bertemu dengan banyak penambang belerang yang cepet banget naiknya! Para penambang belerang ini naik ke Kawah Ijen untuk menambang bongkahan-bongkahan belerang untuk dibawa turun kembali. Berapa berat bongkahan belerang yang mereka bawa turun gunung? 90 kilogram! Sedihnya, bongkahan belerang itu hanya dihargai kurang lebih 900 Rupiah per kilogramnya. Jadi musim-musim banyak turis ke Kawah Ijen ini adalah saat mereka dapat menambah penghasilan tambahan juga dengan berjualan suvenir yang terbuat dari belerang. (Gue beli beberapa, tapi gagal dibawa ke Jakarta karena ditahan di Bandara Juanda).


Subuh-subuh di puncak Ijen itu gue udah mulai merasakan rasa-rasa pengen pipis; yang tentunya harus ditahan sampai turun gunung lagi. Problem #2: Curam bener pas turun gunung! Gak sekali gue hampir kepleset. Kalau naiknya gue nggak terlalu kesulitan, turunnya ini susah banget karena kalau salah langkah bisa kepleset. Pas ketemu toilet rasanya bahagia sekali.

Setelah naik gunung ini gue jadi sadar akan satu hal yang mungkin jadi alasan teman-teman dan senior-senior gue yang rutin naik gunung. Bukan soal pemandangannya, bukan pula soal menaklukkan gunungnya. Tetapi lebih kepada menaklukkan diri sendiri; bagaimana kita bisa menguasai diri sendiri hingga ke puncak meski banyak rintangan atau problem yang menghadang. And this is applicable in lives, too

Don't let your dreams just be dreams!

Catatan:
1. Quote di foto terakhir boleh minjem sama salah satu mbak pendaki yang mendaki sendirian. Gue nggak ingat namanya, tetapi dia selalu memotret dirinya di berbagai tempat bersama quotes motivasional tersebut untuk mendorong teman-temannya yang sedang kehilangan asa. 
2. Kisah penambang belerang di Ijen dapat kalian baca di sini dan di sini. Komprehensif.