Judul: Kapan Kawin?
Sutradara: Ody C. Harahap
Pemain: Adinia Wirasti, Reza Rahadian

Pas awal-awal nonton trailer film Kapan Kawin? ini, gue udah tertarik banget buat nonton. Namun waktunya nggak ada terus pas filmnya rilis. Sekalinya waktunya ada, eh, nggak semua layar memutarkan film ini. Alhasil bela-belain nonton di Slipi Jaya saking penasarannya.

Adalah Dinda (Adinia Wirasti), seorang manajer hotel, lajang yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-33. Orang tuanya yang tinggal di Yogyakarta, terus merongrong dirinya dengan pertanyaan legendaris itu: “Kapan kawin, Nduk?” Dan orang tuanya pun sampai drama banget, sampai-sampai Dinda memutuskan untuk mempekerjakan Satrio (Reza Rahadian), aktor idealis teman dari rekan kantornya, untuk berpura-pura menjadi pacar Dinda.

KLISE? BANGET. Cewek sudah umur 33 tahun, orang tuanya geregetan pengen anaknya kawin, si cewek hire orang untuk pura-pura jadi pacarnya, ujung-ujungnya keduanya saling sayang. Happy ending. Plot yang sangat biasa sekali, bukan?

Yang bikin nggak biasa sebetulnya adalah pesan moralnya. Dinda bisa dibilang sudah sangat mapan dengan jabatannya, namun tetap dipandang kurang sempurna oleh orang tuanya karena statusnya yang masih lajang. Nggak hanya sampai di situ, Dinda juga kerap dibandingkan dengan sang kakak, Nadia (Feby Febiola). Nadia sudah menikah dengan pria mapan ketiika umurnya 24 tahun, punya seorang anak, dan terlihat hidup bahagia. Padahal Nadia punya potensi untuk jadi seorang model namun dia nggak meneruskannya. Kedua bersaudari ini sepertinya sama aja, selalu berusaha menyenangkan kedua orang tuanya; terutama Dinda.

Dinda hafal seluruh kebiasaan keluarganya, termasuk makanan kesukaan mereka masing-masing. Hal ini membuat Satrio sampai bertanya: “Kalau Dinda? Sukanya apa?” dan juga menjelang akhir film… “Eh kalau mau bahagiain orang, bahagiain diri sendiri dulu!”

Adinia Wirasti dan Reza Rahadian keren banget, chemistry-nya dapet. Ikut sedih sendiri pas adegan udah hampir akhir-akhir pas si Satrio sudah selesai “jam kerjanya.” :’D

Overall, film ini campur aduk: lucu, hakjleb, sedih juga. Jadi merasa relate ke sosok Dinda juga, ehe. Dan gue pun cukup yakin masih banyak Dinda-Dinda lain di luar sana, mungkin kamu salah satunya? Dinda yang berusaha memenuhi ekspektasi yang terus dilayangkan kepadanya. Dinda yang senantiasa berusaha membahagiakan orang lain. Dinda yang lama-lama menjadi bukan dirinya lagi.

Gue sendiri, percaya satu hal ini:

Membahagiakan orang lain itu mungkin gak bikin kita ikut bahagia, but it feels good.